Header Ads

test

Kenapa Ya Ahlal Wathan Berbahasa Arab? Ini Jawaban Kiai Said


                                 


Lagu Subbanul Wathon karangan KH Wahab Chasbullah merupakan lagu yang sering dinyanyikan warga Nahdlatul Ulama (NU). Lagu ini didengungkan setiap kali pengurus NU menyelenggarakan acara. Biasanya, lagu ini dinyanyikan setelah lagu Indonesia Raya.

Terkait lagu Subbanul Wathon ini, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memiliki pengalaman menarik. Tepatnya saat ia menghadiri sebuah acara yang diselenggarakan oleh NU Jawa Timur. Seperti biasa, acara dibuka dengan menyanyikan lagu karangan Kiai Wahab ini. Saat Kiai Said memberikan ceramah, tiba-tiba ada seorang yang mengangkat tangannya dan bertanya tentang lagu tersebut.

“Katanya lagu nasionalis. Kenapa Ya Ahlal Wathan menggunakan bahasa Arab?” kata Kiai Said menirukan orang yang mengangkat tangannya tersebut saat memberikan mauidhoh hasanah pada acara Istigotsah untuk Jakarta Damai di Jakarta, Jumat (7/4) malam.

Mendengar itu, Kiai Said mengaku terperangah, namun ia langsung menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban yang tidak terduga-duga. “Kalau pakai bahasa Indonesia, maka ditangkap Belanda. Karena itu kan lagu penyemangat santri,” jawabnya enteng.

Mendengar jawaban Kiai Said ini, peserta istighotsah pun berubah menjadi riuh karena tawa yang tak tertahan lagi.

Maka dari itu, lanjut Kiai Said, lagu tersebut menggunakan bahasa Arab agar Belanda tidak mengetahui kalau yang dilafalkan itu adalah lagu penyemangat untuk memerdekakan Indonesia dari penjajahan.

“Paling Belanda ngira kalau mereka yang melafalkan Ya Ahlal Wathan itu sedang tahlil. Padahal itu lagu untuk mengusir mereka,” jelas Kiai Said.

Berikut adalah terjemahan lagu Ya Ahlal Wathan:

Pusaka hati wahai tanah airku, cintaku dalam imanku. Jangan halangkan nasibmu, bangkitlah hai bangsaku. Pusaka hati wahai tanah airku, Cintaku dalam imanku, jangan halangkan nasibmu, bangkitlah hai bangsaku, Indonesia negriku engkau panji martabatku. Siapa datang mengancammu, kan binasa di bawah durimu. (Muchlishon Rochmat/Abdullah Alawi)

No comments:

Powered by Blogger.